Surat Untuk Perempuan Bersahaja Yang Tidak Pernah Mengukur Lelah



Ibu, aku putri-dari kau Ratunya 
Ibu, aku kaya-dari kau yang selalu berlimpah 
Ibu, aku cinta-dari kau yang mengasihnya 
Jadi, biarlah aku mengalunkan syair syahdu di istana kita, di ruang-ruang hatimu-agar aku lebih bahagia

***


            Ibuku dengan pakaian serba sederhana, dan balutan keringat di kening. Mungkin sepucuk surat cinta tidaklah cukup untuk menunjukkan bagaimana rasa cinta untukmu terbalaskan. Tapi, ada sesuatu yang mungkin tidak pernah tersampaikan lewat lisan yang ingin aku sampaikan di surat ini. Nanti, aku harap Ibu akan membacanya walau hanya sepenggal, atau aku sendiri yang akan membacakannya untukmu.

            Siapa yang melahirkan orang-orang sukses di dunia? Apa mereka para pencetus dan penggerak? Atau mereka orang-orang diam berhati tungku? Mungkin para guru, atau pencetus itulah yang memberikan orang-orang sukses pelajaran menuju masa depan cemerlang. Tapi, pelajaran yang tidak pernah didapatkan di manapun apakah mereka juga yang mengajarkan? Tidak. Sekolah pertama yang menjadikan orang-orang sukses itu terus melangkah adalah seorang perempuan, seorang Ibu, dan kekuatan doanya. Maka, hari ini aku ingin bercerita tentang Ibu perkasa yang aku punya lewat sepucuk surat ini.

            Bertahun-tahun lalu, aku adalah harapan dari kalian, aku adalah doa yang dikabulkan Tuhan. Bertahun lalu, aku adalah anak-anak kecil nakal yang senang berlarian bebas. Jatuh berkali-kali dengan banyak luka di kaki. 

            Dan beberapa tahun lalu, aku adalah remaja-remaja penuh emosi yang tidak stabil. Senangnya berkeliaran ke luar rumah. Bercengkrama dengan teman sebaya, dan pulang sehabis petang yang menguning. Aku adalah remaja yang sedang mencari arti dari apa yang dicari.

            Kini, aku telah beranjak dewasa, bukan lagi anak-anak yang senang di gendong di bahu kuat milikmu. Di usia yang tentu Ibu ingin aku menjadi buah hati dewasa yang bijak. Aku paham, aku juga memahami arti kata bijak yang Ibu tekankan.

            Aku tahu, Ibu begitu khawatir saat ini. Ketika aku pulang terlalu petang, Ibu selalu senantiasa menghubungiku, dan memarahi tingkahku ketika tiba di rumah. Aku juga memahami arti dari amarah itu, sungguh aku tidak mau melakukannya lagi. Aku tidak ingin membuat Ibu pusing karena hal itu, dan menambah beban lain yang berat untuk dipikul. Tapi, percayalah-aku akan mendengar setiap ocehan berisi nasihat Ibu. Menjadikan semuanya sebagai dinding dan tiang-tiang yang kokoh.

            Maaf, jika selama ini aku tidak seperti yang Ibu harapkan. Bertingkah konyol dan melawan perkataan Ibu. Sungguh, saat itu aku hanya ingin membuat Ibu tertawa dengan tingkahku. Dan sungguh, saat itu pula aku tidak dapat mengendalikan emosi yang aku miliki.

            Aku telah memilih sebuah langkah kecil Ibu. Aku juga telah memberitahukan Ibu lewat banyak kata dan diam. Terima kasih karena telah menerima setiap mimpi-mimpi kecil milikku. Terima kasih karena telah senantiasa membantu dan menyemangati agar aku mampu meraih mimpi itu. Aku tidak tahu harus membalasnya dengan apa. Tapi, aku selalu berharap dan berdoa agar Ibu senantiasa dalam keadaan sehat dan bahagia. Terima kasih, ribuan kali aku ingin ucapkan.

            Tolong selalu ingatkan aku, Ibu. Jika nanti aku melangkah tidak sesuai arah lagi. Jika nanti aku membantah dan membuat Ibu bersedih hati. Jangan pernah merasa lelah karena aku, Ibu. Aku akan senantiasa memperbaiki diri dan membuat Ibu bangga suatu saat nanti. Terima kasih untuk cinta yang selama ini diberi.
           

Posting Komentar

0 Komentar