Mengakhiri tahun 2021, kabar baik datang dari puisi yang saya kirimkan ke Harian Bhirawa. Akhirnya puisi saya dimuat pada edisi Jumat, 31 Desember 2021.
Puisi Nurhidayah Tanjung di Harian Bhirawa, 31 Desember 2021 |
______________________
Detak Abu-abu
kau bilang,
caraku memandangmu berubah
semuanya
ambigu
mengira aku
tak pernah memahami
desakan
melepaskan diri berasal dari jiwamu
dan janji
yang seperti dusta itu
kesempatan
untuk balik menyerangku
kau tak
perlu berupaya keras
aku datang
untuk pergi
tak perlu
berubah
aku akan
memeluk diriku dengan hangat
pada hujan
yang jatuh di kota kita
aku ingin-
menyematkan
detakmu yang
abu-abu
Bahagiamu
Malam
terlalu sunyi untuk dilewatkan
dan aku
terlalu rapuh untuk dapatkan pilu
bila hampa
pun, aku bukanlah tak terlihat
hanya saja
kau memilih untuk sisihkan
bila aku
pergi pun
sakit itu
hanya untuk diriku seorang
karena kau berada
dalam genggaman jemari lain
Si Kecil Yang Memikul Dunia
Bila saja
kita lahir terlambat
apa mungkin
pundak kita tak berat?
meski
mencerna dalam teduh, semua masih buram
tak ada hari
cerah
jagat terus
melahap hingga aku tak berdaya
kita memikul
dunia dalam tangan kecil
serta tubuh
ringkih
Apa Artinya Hidup?
“aku baik-baik saja”
semua itu
tiada artinya
hanya
kata-kata kosong yang terlontar
hatimu yang
rapuh dan gersang itu
sulit untuk
temukan apapun
kau hanya
hidup untuk ‘hidup’
tanpa arti
apapun
semua
kepayahan, serta letihmu hanya membuat terbiasa
semua tanpa
rasa
meski
berulang kali melupakan dan mengulanginya
masih tetap
menyesakkan bukan?
aku akan
membagi senyumku
bila kau
berjanji bagikan pula dukamu
meski kau
bilang telah jadi buih
tangismu
yang sendirian itu
jangan
tengelam lebih dalam
bagilah
padaku, melepasnya untuk diriku
Beginikah
Semestinya?
hanya sebuah
omong kosong yang kau bawa dari jauh
bahwa kau
tahu segalanya
padahal kau
hanya meraba dunia
tak sempat
mendekapnya
mengeluhpun
tak sempat
kau tampil
garang
padahal di
belakang punggungmu, dunia kandas
orang
dewasa, beginikah semestinya?
Apakah Aku?
Seraya
memeluk diriku yang kesepian
aku
mencarimu
bahkan saat
aku mencoba mengingatnya
hanya ada
ruang hampa
gurau yang
aku duga, hanya sisakan luka
sepertinya
aku sudah gila
aku tak tahu
tempatku
dan
menjalani rasa sakit seperti pecundang
bahkan
aromamu begitu melekat
di bawah
hidung, bibirku sebut kau ‘tersayang’
tapi masa
kita telah habis ditelan waktu
lalu, apakah
aku akan mati dalam rindu?
Kalian juga bisa langsung ke e-paper Harian Bhirawa https://issuu.com/harianbhirawacetak/docs/binder31des21
0 Komentar