Perjalanan Menuju Beasiswa Unggulan Masyarakat Berprestasi: Bagian 1






Oke, artikel ini bertujuan untuk memotivasi dan memberikan sedikit cerita saya ke pembaca agar bisa diambil sisi positifnya. hehe..

Saya masuk ke Universias Bengkulu lewat jalur mandiri. SNMPTN, SBMPTN, SPAN-PTKIN semuanya saya enggak lolos. Terus saya coba ikut UM-PTKIN, eh pas kelulusan alhamdulillah saya diterima di uin RF Palembang. Tapi, apa mau dikata. Orang tua saya enggak ada yang terlihat bahagia mendengar kabar ini. Yupss, karena permasalahan ekonomi tentunya. Jadi, saya disuruh ikut test jalur mandiri di Unib, biar enggak usah jauh-jauh kuliahnya. Dan di hari pengumuman kelulusan, saya diterima di jurusan Ilmu Komunikasi. Rasanya antara bahagia dan tak bahagia.

Teman-teman tahu kan bahwa jalur mandiri itu biayanya lebih besar dari jalur lainnya. Dan hal itulah yang membuat saya jadi galau tingkat tinggi. Saya harus membayarkan uang sejumlah 15 juta, plus ukt di semester satu 1,8 juta. Uang sebanyak itu harus dibayarkan dalam satu waktu dan tidak boleh dicicil.

Setelah perundingan yang lama antara kedua orang tua saya, akhirnya diputuskan saya jadi masuk Unib dengan uang bangunan sebesar itu. Darimana uangnya? Ya, minjam uang dulu ke tetangga dan sanak keluarga. Hal ini tentu menjadi beban tersendiri buat saya. Untuk menyekolahkan saya seorang saja sampai menghabiskan uang sebanyak itu. Dan mulailah banyak pikiran mengenai mencari beasiswa agar bisa mengembalikan atau setidaknya mengurangi beban orang tua saya.

Waktu itu, Unib menyelenggarakan beasiswa bidikmisi untuk jalur mandiri. Tapi saya tidak megambilnya, dikarenakan salah satu syaratnya tidak terpenuhi. Saya dua semester tidak mendapat peringkat 10 besar. Lagipula jenjang waktu pengumpulan berkasnya hanya seminggu. Saya mesti minta surat rekomendasi, pernyataan dan semacamnya ke Madrasah saya dulu. Sementara saya juga masih disibukkan dengan registrasi ulang mahasiswa baru. Saya akhirnya melepas beasiswa itu.

Nah, disinilah dimulainya perjuangan mencari beasiswa. Saya memiliki banyak kakak tingkat yang suka membagikan info mengenai beasiswa. Bahkan saya menyimpan kalender beasiswa yang diberikan oleh kakak tingkat itu. Saya bersama salah seorang teman saya bahkan sering bercanda mengenai kalender beasiswa. Kami berdua memperhatikan dengan seksama beasiswa apa yang akan kami coba.

Seiring waktu berjalan, belum ada kabar-kabar mengenai pembukaan beasiswa. Hingga waktu itu saya yang hobinya menulis, mencoba mengikuti lomba menulis surat untuk rektor yang diadakan oleh DEMA FTK Uinsa. Saya lupa dan memang tidak pernah mencatat kapan pengumuman setiap lomba yang saya ikuti.

Tiba-tiba saja di malam hari, ada sebuah sms masuk. Saya membacanya dengan perasaan yang agak takut waktu itu. Karena sms yang masuk adalah dari panitia lomba, tapi smsnya terpotong di bagian terpenting. Yaitu bagian nama-nama pemenang lomba. Ponsel saya adalah ponsel mito biasa, yang speakernya membahana badai. Jadi karena saya penasaran, saya akhirnya mencoba sms kembali panitianya untuk meminta sms ulang dengan kalimat di perpendek atau kirim via email saja.

Dan.. ya akhirnya panitia mengirimkan pengumuman via email. Jeng, jeng, jeng... saya mendapat juara 1 untuk kategori umum. Huaaa, saya saat itu senangnya luar biasa. Dan saya bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi. Surat untuk rektor yang saya buat berisikan curhatan saya mengenai uang pembangunan bagi mahasiswa jalur mandiri. Dari sanalah saya memahami bahwa apa yang terjadi itu tentu ada hikmah yang dapat diambil, dengan pengalaman yang saya alami tentang jalur mandiri, saya dapat memenangkan lomba menulis surat tingkat nasional.

Hingga di akhir bulan Desember, terdengarlah simpang siur mengenai beasiswa Bank BNI. Saya dan beberapa teman penasaran dan ingin mengikuti beasiswanya. Tapi informasi yang ada tidak lengkap dan kurang memuaskan. Saya akhirnya memutuskan berhenti mencari informasi beasiswa Bank BNI.
Pergantian tahun. Saya mendengar kabar pembukaan beasiswa PPA di bulan Februari. Waktu itu saya sempat tergiur untuk mengikuti beasiswa PPA, dimana semua persyaratan sudah diberikan dari jurusan masing-masing. Kita tinggal mengisi dan menunggu pengumuman. Tapi, beasiswa ini banyak sekali peminatnya. Mungkin karena informasi yang gencar diumumkan dan persyaratan yang mudah.
So, tiap kali lihat mahasiswa menenteng map coklat pasti mudah ditebak, dia mau mengikuti beasiswa PPA. Di dekanat, jurusan, gedung kuliah, bahkan di tempat foto copy.

Penerima beasiswa di jurusan saya hanya memiliki kuota 10 orang saja, itu dari angkatan atas sampai angkatan 2016. Jadi, terlalu banyak peminat membuat saya tidak jadi mengikuti beasiswa PPA. Bukan karena saya takut bersaing, tapi ada yang lebih membuat saya bersemangat mengikuti beasiswa lain.

Beasiswa Unggulan Masyarakat Berprestasi Kemdikbud. Pertama kali tahu beasiswa ini dari postingan salah satu kakak kelas saya di smp, dan kakak tingkat saya di Unib. Saya yang kepo langsung membuka alamat webnya dan membaca dengan seksama apa saja persyaratan yang harus dipenuhi. Dan saya menemukan kecocokan dengan beasiswa ini.

Ehh, ternyata salah satu teman satu jurusan dan satu hobi juga tertarik mengikuti beasiswa ini. Yup, jadilah kami berdua berencana mengikutinya. Di penghujung pendaftaran beasiswa batch 1, saya dan ada dua teman saya yang bersemangat itu akhirnya gugur satu. Dia menyerah begitu saja dengan beasiswa ini karena waktu yang hanya tersisa beberapa hari saja. Eng-ing-eng. Salah satu teman saya lagi yang satu jurusan dan satu hobi tertarik mengikuti beasiswa ini. Jadilah kami bertiga mengurus seluruh kelengkapan berkas. 

Yang tersulit dari banyak berkas itu adalah meminta surat rekomendasi. Huaaa, waktu itu kami bertiga sudah benar-benar pasrah dengan surat yang satu itu, karena dari pihak yang seharusnya memberikan rekomendasi tidak mau melakukannya, alasannya karena katanya beasiswa ini tidak jelas dan tidak bekerjasama dengan kampus. Malah menyarankan untuk ikut beasiswa PPA dan Bank BI yang waktu itu memang lagi dibuka. Ada satu lagi sih yang paling membekas sampai saat ini dan tidak mungkin aku lupa. Beliau mengatakan jangan melakukan hal yang ketinggian, Beasiswa Unggulan ini terlalu tinggi untuk kami, ikut saja beasiswa yang sudah pasti-pasti. Hahaha, sebagai mahasiswa yang tidak punya power lebih untuk bersuara, kami cuma bisa tersenyum kecut ketika diberikan berkas beasiswa PPA dan meninggalkan ruangan beliau.

Namun, akhirnya kami mencoba kembali ke jurusan, dan akhirnya kajur mau memberikan surat rekomendasi. Selesai sudah surat super duper sulit ini. Untuk loa/surat tanda aktif kuliah tidak sulit mendapatkannya, sehari-dua hari sudah bisa didapatkan.

Tersisa waktu dua hari lagi waktu pendaftaran. Kami bertiga fokus mengerjakan essay dan proposal rencana studi. Saya terlebih dahulu mengerjakan essay, setelah selesai barulah saya mengerjakan proposal rencana studi. Karena terlalu sibuk dan tidur kemalaman, saya sampai lupa makan dan akhirnya masuk angin dan terkena maag.

Waktu terakhir pendaftaran, saya menyelesaikan proposal dengan sakit perut yang tidak tertahankan. Keringat dingin dan pusing setia menemani saya. Eng-ing-eng. Saya waktu itu tidak tahu harus scan rapot, langsung kebingungan. Hingga akhirnya saya menghubungi adik saya supaya cepat pulang ke rumah, karena tidak mungkin saya ke foto copy dengan sakit perut yang tidak tertahankan ini. (*lebayy)

Akhirnya saya menyelesaikan pengupload-an berkas-berkas pada hampir maghrib. Berikut email yang didapat setelah pendaftaran:


Sakit perut saya tidak sembuh juga keesokan harinya. Hingga akhirnya, Ibu saya memberikan obat sakit perut yang biasa dia minum. Entah nama obatnya apa, setelah meminum obat itu beberapa jam kemudian sakit perut saya hilang. Sebenarnya saya sudah minum obat, tapi tidak ada yang berhasil menyembuhkan.

Tahap satu telah usai, saya harus menunggu pengumuman satu bulan kemudian.  
Lalu, lanjut ke postingan bagian dua ya: Perjalanan Menuju Beasiswa Unggulan Masyarakat Berprestasi: Bagian 2

Posting Komentar

0 Komentar